Thursday, November 24, 2011

“Cinta dan Persahabatan”

Matahari sore ini tampak begitu semangat menampakkan dirinya, disela-sela sang pelangi ia tersenyum ceria kepada seluruh makhluk  dimuka bumi ini. Berbeda dengan dirinya yang tadi pagi, yang enggan keluar dari persembunyiannya. Sehingga senin pagi tampak gelap karena mendung. Syukurlah, karena mendung tak bertahan hingga sore hari. Karena senin sore ini, Sera dan Adam berniat menjenguk Cici, teman sekelas sekaligus sahabat mereka 3 tahun ini. Ya.. Sera, Adam dan Cici adalah teman baik. Hal itu terbina sejak mereka bersama-sama mendirikan sebuah organisasi luar sekolah yang bergerak di bidang sosial. Organisasi yang kemudian mereka beri nama Perkumpulan anak-anak Peduli, yang biasa mereka singkat menjadi PAAP. Kini sudah sudah beranggotakan kurang lebih 25 orang. Memang bukan jumlah yang banyak, bagi mereka adalah niat tulus serta keinginan mereka sendiri untuk membantu sesama yang membutuhkan uluran tangan dan perhatian , tanpa adanya unsur paksaan. Organisasi yang diketuai Adam ini, beranggotakan pelajar SMA Mahasiswa dari Sekolah serta Fakultas yang berbeda-beda.
                                                           ***
                 “Ruangan dahlia kan Dam?” Tanya Sera memastikan bahwa Adam nggak lupa nama ruangan tempat Cici dirawat karena menderita demam berdarah. “iya, sebelah sini Ser.” Panggil Adam yang langkahnya dipercepat. Takut kalau jam besuk akan habis. Sera pun mengikutinya, dan mereka tiba di depan ruang Dahlia. Adam dan Sera pun segera masuk,dan mulai menghitung nomor kamar yang berbaris rapi itu. “c5. Ini dia Dam.” Kata Sera lega.  Mereka pun mendapati Cici yang sedang tertidur pulas. Adam mendekati tempat tidur Cici yang terletak di tengah itu. Sedangkan Sera masih berdiri diambang pintu. Seketika langkahnya terhenti, ekspresi wajahnya berubah. Semula Nampak senang karena dapat bertemu Cici, sekarang Nampak tegang karena kaget. Ia serius memerhatikan seorang cowok yang usianya setahun lebih tua darinya, sedang tertidur di tempat tidur di sudut ruangan. Meski Nampak pucat, Sera yakin cowok itu tampan. Aneh banget, kenal aja nggak, udah yakin gitu. Tapi meskipun mereka sama-sama mengenakan seragam pasien, Sera bisa melihat ada yang berbeda dari pasien disebelah kanan Cici ini. “ya, lesung pipitnya.” Pekik Sera dalam hati. Meski kelihatan menahan rasa sakit, laki-laki yang juga menginap di kamar c5 ini terlihat begitu tenang. Ia tampak begitu kuat menahan sakit yang dideritanya.
                                                             ***
                    Pukul 19.00 Sera tiba dirumah. Segera ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu. Karena sebentar lagi waktu shalat maghrib akan berakhir. Selesai mengerjakan shalat, Sera duduk ditempat tidurnya. Merenung dan membayangkan  wajah laki-laki yang tadi dilihatnya dirumah sakit umum. “Gue yakin dia Wira.” Gumam Sera, ia tertunduk. Meski ia belum bisa menerima kenyataan bahwa kini cinta pertamanya telah kembali. Namanya Wira,. Dulu.. tepatnya ketika Sera menjadi murid baru di sebuah Sekolah Dasar. Wira adalah satu-satunya anak yang dia kenal. Wira lah menjadi teman baiknya sebelum Sera mengenal anak-anak yang lain. Keakraban mereka berlanjut hingga mereka masuk SMP Negeri. Meski tidak sekelas, Sera dan Wira masih menyempatkan diri untuk makan bersama dikantin saat jam istirahat.
                      Kemudian mereka naik ke kelas 3 di sebuah SMP Negeri. Mereka sekelas dan itu membuat keduanya senang sekali. Karena mereka bisa mengerjakan tugas bersama-sama. Wira tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia pun mengatakan perihal perasaanya kepada Sera. Sayang sekali kesempatan yang dinanti Sera, disia-siakannya begitu saja.
 “ Gue nggak bisa Wir,” jawab Sera saat itu.
 “kenapa Ra?” Tanya Wira yang tidak menyangka Sera akan menolaknya.
 “Ratih lebih pantas buat loe,” jawab Sera lagi.
“Ratih? Kenapa harus dia?”  Tanya Wira tidak mengerti.
“Karna gue tau pasti, dia suka sama loe.”
“Trus gimana sama loe? Loe nggak suka sama gue?” selidik Wira. Sera menelan ludah pahitnya.
“ Gue nggak mau nyakitin Ratih, dia sahabat gue.”
“Oya? Trus, siapa gue?” Tanya Wira dengan nada tinggi.
“Elo juga sahabat gue, dan gue bahagia kalo kedua sahabat gue bahagia.”
“Ooh, jadi begitu. Loe lebih ngejaga perasaan sahabat loe selama 3 tahun ketimbang gue yang sudah sama-sama loe 7 tahun. Gitu..!”  Wira meninggikankan kata-katanya.
“Loe nggak ngerti Wir,”
“Soal apa?! soal perasaan Ratih? Loe lebih sayang dia ketimbang gue.” Kata Wira masih emosi.
                         Sera diam. Suasana saat itu begitu hening dan menegangkan. Wira menarik nafas dalam-dalam. “Oke, kalau begitu lupain gue.” Lirih Wira.  Sera tercengang dan menatapnya lurus. “loe egois.” Ucap Sera pelan. Setetes dua tetes airmatanya jatuh. “Gue??? Bukannya loe yang egois,mementingkan perasaan Ratih ketimbang gue.” Kata Wira.
“loe nggak ngerti Wir,” ucap Sera penuh harap.
“Loe yang nggak ngerti Ra.” Balas Wira
 “gue nggak mau nyakitin Ratih Wir, gue nggak mau dia sakit.” ucap Sera mengulang kata-katanya.
“oh, dan loe lebih memilih gue yang sakit?!” ucap Wira tajam.
Sera tertunduk,airmatanya kembali menetes. Wira bangkit dari duduknya. Sera tak mampu menatapnya. Ia masih menunduk.
“Gue sayang sama loe Ra. Memang kita masih kecil, mungkin sebagian orang atau bahkan semua orang akan beranggapan kalau ini hanya cinta monyet. Gue nggak perduli, gue benar-benar sayang sama loe. Gue janji  suatu saat nanti gue mampu ngebahagiain elo.” Kata Wira dengan sangat meyakinkan.
Wira menarik nafas sejenak. Sebelum akhirnya mengatakan, ”Tapi sudahlah, lupakan. Lupakan semuanya. Lupakan gue dan perasaan gue.” Ucap Wira akhirnya dan meninggalkan Sera sendiri kala itu yang dengan susah payah menelan ludahnya.
             “Gue juga sayang sama loe.” Ucap Sera berbisik.
Be Late..! ya.. sudah terlambat. Wira sudah benar-benar pergi. Sejak pertengkaran itu, Wira dan Sera sudah tidak seakrab dulu lagi. Bahkan mereka tidak bertegur sapa, alias bermusuhan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Ratih untuk mendekati Wira. Biarlah..! Sera tau Ratih mengidap jantung koroner turunan,dia nggak mau penyakitnya kambuh dan berakibat fatal nantinya. Kini,Sera sudah menginjak kelas 3 SMA dan Ratih sudah tidak satu sekolah dengannya, apalagi Wira. Hubungannya dengan cowok cute itu sudah berakhir, mereka lost contact. Sera sudah putus asa mencari keberadaan Wira. Hingga akhirnya ia mengenal Cici ketika menginjak kelas 1 SMA. Lalu Cici mengenalkannya pada Adam di organisasi PAAP yang ternyata juga bersekolah di SMA yang sama. Keakraban mereka pun berlanjut pada persahabatan. Sampai pada akhirnya kedua sahabatnya itu membuat Sera benar-benar lupa pada Wira. Tapi sekarang, karena penyakit yang diderita Cici, Sera kembali kemasa lalunya, karena ia melihat Wira kembali.
“Kak..!” panggil Nera, kepalanya muncul diambang pintu. Sera pun terbangun dari lamunannya., dan mengangkat kepalanya. “makan yuk..!” lanjutnya lagi. Adiknya yang masih duduk di bangku SD itu memang selalu mengajaknya makan bersama. “Kakak Isya’an dulu ya. Nera tunggu diluar.”  Nera mengangguk cepat dan menghilang dari ambang pintu. Sera segera mengusap kedua pipinya, takut ketahuan mamanya

Monday, November 7, 2011

Bias Masa Lalu


           Mungkin kalian akan iri jika melihat kehidupan Marsha. Meski tanpa sosok Ayah, Marsha tampak selalu bahagia menjalani hari-harinya. Bukan saja karena ia anak tunggal sehingga seluruh kasih sayang sang Ibu tercurahkan untuknya seorang, tetapi juga karena ia dianugerahkan bunda yang sangat dicintainya,yaang mampu menggantikan sosok Ayah. Ya… sudah 16 tahun lamanya Marsha hidup bersama bundanya, disebuah rumah sederhana yang ditinggalkan Ayah untuk mereka. Meskipun rumah Marsha tidak semegah rumah pak Andi orang terkaya ditempat tinggalnya, tetapi cukup menyenangkan karena halamannya dipenuhi dengan berbagai jenis bunga yang beranekaragam warnanya. Hal tersebut sudah berulang kali diungkapkan oleh Risky, sahabat sekaligus teman sebangku Marsha.
“Kadang, aku tuh iri loh Sha sama kamu,” tutur Risky. Marsha mengernyitkan dahi.
“Meski tanpa Ayah,kamu tetap selalu bahagia. Aku aja nih yaa, yang punya ibu-bapak, nggak sebahagia kamu tuh.”tambahnya.
“Hidup itu seperti roda yang terus berputar Ris,kadang diatas,dan terkadang dibawah. Memang saat ini aku yang bahagia, tapi suatu saat nanti kamu juga merasakannya.” Ujar Marsha bijak. Risky pun mengangguk mengerti.
          Ternyata benar apa yang dikatakan Marsha, tidak selamanya Dewi Fortuna berpihak padanya. Sambil terus membayangkan sosok Bunda, ia teringat akan peristiwa itu…
 ***
          “Sha, ntar sore jadikan kerumah Andrey?”tanya Risky yang berencana akan mengajak Marsha mengerjakan tugas di rumah Andrey. Anak laki-laki yang setahun lebih tua dari usia mereka, bahkan memiliki kecerdasan yang levelnya setingkat lebih tinggi diatas Marsha dan Risky. Tidak heran kalau mereka selalu butuh bantuan Andrey untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang memutar otak.
“Kamu aja deh, aku nggak bisa.”Jaawab Marsha dengan raut wajah kecewa.
“Kok gitu sih? Kan kita udah sepakat mau kesana bareng.”Ujar Risky nggak kalah kecewa.
“Sorry Ris, tiba-tiba Bunda melarang aku dekat dengan Andrey.Kata Bunda sih nggak baik.”
“Kok gitu? Padahal kan hanya berteman? I think no problem.”
“Aku juga sudah bilang begitu Ris. Tapi Bunda nggak mau mengerti, Bunda bilang Andrey nggak baik buat kita. Bunda juga bilang kalau cowok kayak Andrey tuh penuh ego.”Ujar Marsha mengulang kata-kata Bundanya semalam yang masih terngiang ditelinganya. Risky diam sejenak. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu.
“Rasa-rasanya ada yang aneh deh sama Bundamu Sha. Kok tiba-tiba nggelarang kedekatan kamu sama Andrey? Padahal kan kamu sudah lama berteman  sama Andrey.”
 “Bunda takut Andrey jatuh cinta sama aku.” Jawab Marsha pelan. Diluar dugaan,Risky malah terkekeh. Marsha pun menatapnya kesal.  “Kok ketawa sih? Kayaknya nggak ada yang lucu deh.”Ujar Marsha ketus.
“Lucu aja. Aku fikir kenapa? Eh,,, taunya Bundamu takut mantu anak konglomerat yaa.. belum siap mendadak kaya. Hehehe…” ledek Risky usil. Marsha menatapnya kesal.

"Jilbab Putih"


           Kriiing… kriing…! Maia membunyikan lonceng sepedanya sepanjang perjalanan menuju SMA 1 NUSA BANGSA. Yakni sekolah menengah atas yang menjadi terfavorit di Jawa Barat-Bandung. Sepanjang perjalanan Maia terus tersenyum pada dirinya sendiri. Suatu kebanggaan tersendiri karena bisa bersekolah disekolah yang sangat didambakannya sejak lama. Terfavorit,megah,seragamnya bagus,muridnya keren-keren lagi. Lumayanlah bisa merubah sedikit pergaulanku. Punya teman orang-orang kaya nggak salah kan? Punya teman-teman gaul bukan Cuma mimpi kan? Bathin Maia. Memang, Maia bukan anak gaul dari golongan orang berekonomi tinggi. Maia bisa bersekolah disana karena hasil kerja kerasnya 3 tahun menempuh pendidikan di SMP Muhammadiah yang letaknya jauuuh sekali dari pusat kota, sehingga ia harus ketinggalan jauh dari tren masa kini. Karena sebuah mimpi lah ia mampu mengalahkan ratusan siswa-siswi berprestasi yang menjadi nominasi penerima beasiswa kesekolah yang diinginkan hingga jenjang perkuliahan. Syukurlah,akhirnya aku sampai juga disekolah favoritku. Bathin Maia diakhiri senyum.
            Aku menuntun sepedaku menuju parkiran. Aku menengok kesana kemari melihat sekelilingku. “Parkirannya besar benget. Ini parkiran atau aula?” Batinku dalam hati. Aku begitu takjub melihat parkiran sekolah yang didesain sedemikian rupa sehingga lebih mirip aula dari pada parkiran. Tiiin. . . tin . . . !!! “Woiii.. minggirin tuh sepeda butut loe!” Umpat seseorang. Aku menoleh. Sebuah sepeda motor Scoopy berwarna pink berdiri dibelakangku. “Hei cupu ! bisa minggir nggak sih loe. Mau mati loe ?!” Pengendaranya meneriakiku. Akupun terpesona melihatnya, seragam sekolahnya sama denganku. Tapi apa yaa yang membedakannya??? Hmmm.. oh ya ! dia pakai aksesoris berwarna pink. Matching dengan kaos kaki dan sepeda motornya. Kereen !
“Hei cupu ! ngeselin loe ya ! cari masalah loe sama gue ?!”
Haaa… Aku terkejut setengah mati. Gede banget sih suaranya, cempreng pula. “Bisa minggir nggak sih loe!”Sambungnya. cewek cantik itu menjerit-jerit nggak karuan didepanku. Aku menutup kedua telingaku lalu cepat-cepat meninggalkan parkiran.