Friday, September 30, 2011


CHAPTER 2

                        Pagi ini Metha mendapat tugas memotret jalan-jalan protokol untuk edisi minggu depan. Ia pun didampingi oleh tim editor. Yakni Pipit dan pria itu. Saat sedang asyik memotret, kamera Metha tertuju pada pria yang tengah duduk santai di bawah pohon asam di sisi jalan protokol. Metha nggak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia pun mengzoom  pria itu sambil tersenyum geli. Sambil terus memainkan kamera, ia pun berkata “cool banget sih”, lalu ia tertawa kecil. “sampai kapan kamu mau berdiri disitu Metha ?” sapa Pipit. Metha pun menoleh dan terperanjat. Pipit pun tertawa melihat ekspresi Metha yang kaget itu. Dengan raut wajah pucat, Metha mencoba tersenyum kecil untuk menutupi kegugupannya. “Hmm, mbak Pipit udah balik rupanya. Aku lagi nugguin mbak aja.”jawabnya pelan. Lalu muncul pria itu di belakang Metha. “Dapat gak toiletnya?” Tanyanya ke Pipit. Pipit yang masih tertawa itu pun hanya menggeleng pelan sambil memegangi perutnya. “Ngetawain apa sih ?”Tanya pria itu heran. “Nggak ada apa-apa kok, balik yuk ke kantor ! Udah dapat gambar baguskan Met ?”ujar Pipit. “Udah kok mbak” jawab Metha datar.
   Sesampainya di kantor, Metha segera memasukkan foto-foto hasil jepretannya ke computer sambil menggigit kuku jari tangannya. Ia pun bertanya-tanya dalam hati. Mbak Pipit tahu nggak ya ?! Aduuuh, kalau ketahuan bisa brabe nih, batinnya kacau.
“Hei Met, ngelamun aja.”panggil mbak Pipit yang duduk di atas mejanya. “Eh mbak. Fotonya udah aku save nih, mau langsung dilihat ?”. Kata Metha. “Ntar aja deh. Kamu delete aja dulu gambar-gambarnya Dira. Sebelum orang-orang kantor tahu kalau kamu naksir sama doi.. hehehe...” Bisik Pipit, Metha pun melongo, lalu menggaruk kepalanya yang nggak gatal.
“Ah, mbak apaan sih…siapa juga yang naksir dia.”elak Metha.
“Udaaah, santai aja lagi. Doi memang cool.”sahut Pipit disambung tawa.
“Hehehe,” Metha pun terkekeh dan melihat senyum geli Pipit yang ngeledek dia. Dan ia baru saja dapat namanya tanpa kenalan, Dira ..!!!
                  Setelah jam makan siang, Metha pun diminta untuk menemui Dira dan memberikan folder gambar-gambar yang dipotretnya tadi pagi bersama Pipit dan Dira. Berhubung letak meja Dira hanya diseberang meja Metha. Ia pun menuju meja Dira yang kosong dan berkesempatan melihat foto-foto yang ada di atas meja kaca itu.
“Lihat apa ?”tanya Dirah. Metha pun menegakkan badannya yang membungkuk.
“Foto itu foto ibumu yaa ?”Tanya Metha. Dira tidak menjawab, ia duduk di kursi lalu mengulurkan tangan. “Mana foto-foto yang tadi pagi ?”Tanya Dira dengan nada datar. Metha pun menyerahkan flashdisk yang sudah dipersiapkannya sejak tadi.
“Itu foto ibumu kan ?”Tanya Metha lagi. Dira tak menjawab, ia fokus menyusun berkas-berkas di mejanya.
 “Eh Dir, kamu nggak tulikan ?”Sindir Metha. Dira pun menatapnya. “Ngapain sih nanya-nanya ?!” ujarnya ketus.
“Ih, galak amat. Kayak herder. Hehehe..” Metha pun tertawa kecil. “Kalau cuma mau ketawa-ketawa, bukan disini tempatnya.”tambah Dira.
Sorry…jadi orang jangan galak-galak donk. Senyuuum… biar gak cepat tua.”Goda Metha usil. Entah kenapa dia jadi demen banget dijutekin sama cowok cool ini. Dira diam kembali. “Iya, itu ibuku,”ujarnya akhirnya. Metha mengangguk mengerti. “Nggak nanya siapa gadis kecil disebelahku?”sindir Dira.
“Nggak, aku yakin dia bukan anakmu, pasti adikmu. Kamu belum married kan ?”tanya Metha. “Belum.”jawab Dira.
“Jelaslah, cewek mana sih yang mau sama cowok herder. Hahaha.. !”Kata Metha dan menjauh dari meja Dira.
          Pukul 4 sore Metha meninggalakan kantor dan menuju terminal bus di seberang jalan. Sementara menunggu bus yang kosong, ia tersenyum mengingat ekspresi wajah Dirah tadi siang. Hihi, dapat info lagi. Doi single !! batin Metha dengan senyum manisnya. Tapi sayang, cuaca nggak bersahabat, sedang girang-girangnya ia melamun, awan tampak mendung.
Lalu turun hujan rintik-rintik, “Waduh, nggak lama hujan deras nih,”batin Metha khawatir. Karena rumah Metha di dalam gang dan bus kota hanya bisa mengantarnya di jalan besar, dia pasti basah kuyup setibanya di rumah. Beruntung lewat sepeda motor dan berhenti dihadapannya. Lalu turun Dira dan menghampiri Metha. “Huft, Dira. Kirain tukang ojek ! hehe..” sapa Metha dengan guyonannya. “Tadinya mau ngajak pulang bareng, tapi mendingan cari penumpang lain deh…”ujar Dira dan hendak meninggalkan Metha.
“Eeh, sorry… gitu aja marah. Aku kan becanda Dir,”panggil Metha. “Mau ikut nggak ?”Tanya Dira, masih dengan ekspresi datar. Metha mengangguk.
         Tepat pukul 5 mereka tiba di halaman rumah Metha. Dira pun membuka helmnya dan memperhatikan rumah Metha. “Rumahku jelek yaa ?”ucap Metha. “Nggak, biasa aja.” jawab Dira datar. “Mampir yuk!”ajak Metha. “Nggak deh, lain kali aja.”jawab Dirah. Tapi Metha menggandeng tangannya dan menuntun turun dari motor lalu masuk ke dalam rumah.
“Tinggal sendiri ?”tanya Dira. “Nggak, aku tinggal bersama pamanku.”jawab Metha
Dira melihat ke sekeliling rumah dan mendapati keadaaan rumah yang lagi kosong. “Paman Billy chef di rumah makan Idaman. Dia pulang malam, biasanya sih dia pulang siang trus balik sore, tapi sejak ongkos angkot naik, dia udah jarang bolak-balik.”jawab Metha yang mengerti maksud Dira. Metha pun meninggalkan Dira sebentar, lalu kembali dengan sepiring sushi dan secangkir teh hangat.
“Cobain deh, ini asli buatan chef.”ujar Metha. Tanpa ragu-ragu Dira pun melahap sushi beraroma udang yang kemarin dilihatnya itu.
“Orang tuamu ?”Tanya Dira penasaran, Metha menggeleng.
“Aku sudah yatim piatu sejak berusia 9 tahun. Ibuku meninggal akibat kanker darah. Sedangkan ayah pergi dan nggak pernah kembali. Sejak saat itu aku menganggap aku yatim piatu karena sudah 10 tahun aku hidup bersama paman Bill.”
Dira menghela nafas. “Sorry…”ucapnya masih datar. Metha tersenyum, “Bilang maaf aja kok nggak ikhlas sih..”ujar Metha heran. Dira pun tersenyum kecil. “Ah, gila... Senyum pertamanya memang kereeen !!!” batin Metha dalam hati. Setelah itu, Dira pun berpamitan pulang. Sebelum akhirnya meninggalkan rumah Metha, ia berkata “Thanks sushinya. Salam sama pamanmu.” Metha pun mengangguk, “Sama-sama. Thanks udah mau nganterin & salam sama ibumu yaa, juga adik kecilmu. Hehe..”Metha pun terkekeh. Dira tak menyahut, ia menutup kaca helmnya dan melaju kencang.
                                                                                              
                                                                                                     To be continued

Tuesday, September 27, 2011

          Hari ini akan menjadi momen terindah bagi Metha. Karena tepat di hari ulang tahunnya, ia diterima bekerja disebuah kantor majalah. Posisi yang ditawarkan kepadanya pun menyenangkan, yaitu sebagai fotografer. Yuhui….! Bukan main senangnya hati Metha. Setelah ia melahap chicken noodle buatan paman Billy (seorang chef dirumah makan), lalu ia menuju terminal untuk segera berangkat ke kantor.
Setibanya di kantor, ia disambut hangat oleh karyawan disana. Metha pun menduduki kursi yang ditunjuk untuk dirinya. Khusus hari ini, ia tidak diberikan tugas apapun. Ia dipersilahkan untuk mengamati & mempelajari image yang tersave di folder. Saat sedang asyik  mengamati gambar” yang ada di folder, lewat seorang pria yang mencuri perhatiannya. Pria itu berpenampilan berbeda dari yang lainnya. Jika cowok dikantor tersebut pada umumnya mengenakan kemeja tartan berwarna putih, ia hanya mengenakan kaos berkerah. Jika mereka membawa koper, ia hanya menenteng ransel kecil yang kusam. Dan jika mereka menyisir rapi rambut mereka dan memberi sentuhan jelly agar tampak rapi, ia membiarkan rambutnya jatuh tanpa arah.
“ Lihat apa ? “ Tanya pria tersebut pada Metha.
“ Hah ? “ metha pun melongo hebat karena tidak menyangka kalau pria itu akan menyadarinya. Dan Metha pun baru sadar, benar saja pria tersebut merasa terganggu. Lha wong Metha merhatiin dia sampai doi duduk kok. Hihihi.. Metha kembali pada computer dihadapannya sambil menahan malu.
***
          Tepat pukul 12.00 siang, seluruh karyawan dipersilahkan break untuk makan siang dan bekerja kembali pada jam 2 siang. Metha pun menuju lobby untuk membuka bekal buatan paman Billy dan hendak melahapnya. Sebelumnya Metha menghirup wangi sushi yang beraroma udang terlebih dahulu, hmmft… lalu meraih 1 buah sushi dan baru saja akan memakannya, lewat pria itu dihadapanya. Metha pun membatalkan rencananya.
Ia kembalikan sushi ke dalam kotak bekalnya, lalu ia berdiri dari duduknya. “Hei…!!” panggilnya ramah. Pria itu berhenti dan menatapnya. Metha pun berdiri dihadapannya dan menyodorkan kotak bekalnya. Pria itu mengernyitkan dahi. “Cobain deh..!! ujar Metaha. Pria itu menatapnya lurus. “Cobain aja, buatan pamanku”, lanjut Metha masih tetap ramah. Sesaat pria itu memerhatikan sushi yang ada dihadapannya, tergulung rapi dengan aroma udang. Masa sih buatan pamannya ? batin pria itu. Lalu ia mendorong kotak bekal itu sedikit menjauh dari dadanya sambil menggeleng pelan. “Thanks, aku nggak lapar.” Ujarnya singkat dan menjauh dari Metha. “Ah, udah cape2 berdiri, nunggunya lama pula, ujung2nya thanks.” Gerutu Metha, pria itu sudah jauh dari lobby.